Selasa, 02 Januari 2024

Protein dan Asam Amino


Protein adalah bahan penyusun tubuh. Protein membentuk tulang, tulang rawan, otot, darah, kulit, enzim, hormon, dan vitamin. Protein sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan, serta memperbaiki dan membangun sel dan jaringan seperti otot. Juga berperan penting dalam proses utama tubuh seperti pembekuan darah, keseimbangan cairan, dan sistem kekebalan tubuh. Setidaknya ada 10.000 protein yang berbeda yang membentuk tubuh kita saat ini.

    Asam Amino

    Protein adalah molekul yang terdiri dari rantai panjang asam amino. Ada lebih dari 20 jenis asam amino yang biasa ditemukan dalam protein. Sebagian asam amino dapat dibuat sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang memadai. Asam amino ini disebut asam amino non-esensial.

    Tetapi ada sembilan asam amino yang tidak dapat diproduksi tubuh secara memadai, dan harus diperoleh dari makanan. Ini disebut asam amino esensial, yaitu:

    • Isoleusin
    • Leusin
    • Lisin
    • Metionin
    • Fenilalanin
    • Treonin
    • Triptofan
    • Valin
    • Histidin

    Pada anak-anak, Arginin, Sistein, Glutamin, Glisin, Histidin, Prolin, dan Tirosin juga dianggap sebagai asam amino esensial, karena tubuh anak-anak tidak dapat memproduksinya dalam jumlah yang mencukupi. Asam amino ini disebut asam amino esensial bersyarat, karena esensial atau tidaknya bergantung pada usia.

    Berapa banyak kebutuhan akan protein?

    National Academy of Medicine merekomendasikan agar orang dewasa mendapatkan minimal 0,8 gram protein untuk setiap kilogram berat badan per hari. National Academy of Medicine juga menetapkan kisaran yang luas untuk asupan protein yang dapat diterima tubuh - berkisar antara 10% hingga 35% dari kalori setiap hari.

    Lebih baik protein hewani atau nabati?

    Untuk mendapatkan asupan protein yang cukup dan menyehatkan, pedoman nutrisi telah beralih dari hanya berfokus pada jumlah asupan protein harian, dan menjadi lebih menekankan pada pentingnya mengkonsumsi makanan sehat yang kaya protein.

    Perlu lebih teliti memilih "paket makanan" karena makanan yang mengandung protein juga mengandung lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, gula, natrium, zat tambahan, dan komponen lainnya.

    Meskipun daging menyediakan protein berkualitas tinggi, tetapi beberapa daging juga mengandung lemak jenuh dan natrium dalam jumlah yang berlebihan. Jika Anda makan daging, pilihlah daging atau unggas yang tidak berlemak.

    Untuk kesehatan dan nutrisi yang optimal, kita sebaiknya mengutamakan protein nabati dan protein dari aneka sumber. Pola makan Mediterania adalah salah satu pendekatan yang menekankan sumber protein yang sehat.

    Penyakit jantung

    Penelitian yang dilakukan di Harvard Chan School of Public Health telah menemukan bahwa konsumsi daging merah (terutama daging merah olahan) dalam jumlah sedikit tetapi rutin dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke, serta risiko kematiannya. Mengganti daging merah dengan sumber protein dari kacang-kacangan, makanan dari kedelai, ikan, atau unggas dapat mengurangi risiko ini.

    Alasan utama mengapa sumber protein nabati menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan daging merah dan produk susu adalah karena jenis lemak yang terkandung dalam makanan ini. Sumber protein nabati lebih banyak mengandung lemak tak jenuh, yang dapat menurunkan kolesterol LDL - yaitu faktor penyebab penyakit jantung. Selain itu, sumber nabati tidak mengandung kolesterol.

    • Suatu penelitian pada 120.000 pria dan wanita selama lebih dari dua dekade menyimpulkan bahwa:
      • untuk setiap tambahan 3 ons daging merah yang dikonsumsi setiap hari, akan meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 13%.
      • Daging merah olahan bahkan lebih berbahaya. Setiap tambahan 1,5 ons porsi daging merah olahan yang dikonsumsi setiap hari menyebabkan peningkatan 20% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular.
    • Studi lain yang melibatkan 1.803 peserta, membandingkan orang yang makan dengan daging merah dan orang yang makan lebih banyak jenis makanan lain (misalnya ayam, ikan, karbohidrat, atau protein nabati), dengan mengamati konsentrasi kolesterol, trigliserida, lipoprotein, dan tekanan darah dalam darah, yaitu semua faktor risiko penyakit kardiovaskular.
      • Para peneliti menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam kolesterol total, lipoprotein, atau tekanan darah, meskipun diet yang lebih tinggi daging merah memang menyebabkan konsentrasi trigliserida yang lebih tinggi daripada diet pembanding.
      • Namun, para peneliti menemukan bahwa diet yang lebih tinggi sumber protein nabati menghasilkan kadar kolesterol total dan LDL (kolesterol jahat) yang lebih rendah.
    • Penelitian lebih lanjut tentang manfaat bagi jantung dari mengonsumsi protein sehat sebagai pengganti karbohidrat. Diet sehat yang mengganti sebagian karbohidrat dengan protein sehat (atau lemak sehat) dapat menurunkan tekanan darah dan kolesterol LDL yang berbahaya.

    Diabetes

    Sebuah studi tahun 2011 menemukan bahwa konsumsi makanan tinggi daging merah, terutama daging merah olahan, meningkatkan risiko diabetes tipe 2 dibandingkan yang jarang mengkonsumsi daging merah atau daging olahan.

    • Untuk setiap porsi tambahan daging merah, risiko meningkat 12%. 
    • Untuk setiap porsi tambahan daging merah olahan, risiko meningkat 32%.
    • Mengganti satu porsi daging merah dengan satu porsi kacang-kacangan, produk susu rendah lemak, atau biji-bijian setiap hari menurunkan risiko sebesar 16% hingga 35%.

    Studi lain juga menemukan bahwa orang yang mulai makan lebih banyak daging merah dari biasanya memiliki risiko 50% lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 selama empat tahun ke depan. Sementara mengurangi konsumsi daging merah akan menurunkan risiko terkena diabetes tipe 2 sebesar 14% selama periode pengamatan 10 tahun.

    Kanker

    Sekali lagi terbukti bahwa kualitas sumber protein lebih penting daripada kuantitas protein. Dalam suatu studi, setiap porsi harian untuk daging merah atau daging merah olahan akan meningkatkan risiko kematian akibat kanker sebesar 10% dan 16%.

    Pada Oktober 2015, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) dari WHO menyimpulkan bahwa:

    • daging olahan adalah "karsinogenik bagi manusia", dan 
    • daging merah adalah "kemungkinan karsinogenik bagi manusia".

    Kelompok Kerja IARC ini terdiri dari 22 ilmuwan dari sepuluh negara dan mencapai kesimpulan ini dari evaluasi terhadap lebih dari 800 penelitian. Kesimpulan tersebut terutama didasarkan pada bukti-bukti kanker kolorektal. Data juga menunjukkan hubungan positif antara konsumsi daging olahan dan kanker perut, dan antara konsumsi daging merah dan kanker pankreas dan prostat.

    Sebuah studi tahun 2014 menemukan hubungan antara konsumsi daging merah yang tinggi selama masa remaja dengan kanker payudara premenopause. Dengan menggunakan data kesehatan 89.000 wanita (berusia 24 hingga 43 tahun) selama 20 tahun, para peneliti menemukan risiko kanker payudara 22% lebih tinggi pada mereka yang mengkonsumsi 1,5 porsi daging merah per hari saat berada di sekolah menengah atas, dibandingkan dengan mereka yang hanya mengkonsumsi satu porsi per minggu. Setiap tambahan satu porsi daging merah per hari tampaknya meningkatkan risiko kanker payudara sebesar 13%.

    Cara memasak daging juga dapat berimplikasi pada risiko kanker. Pemanggangan daging dengan suhu tinggi menciptakan senyawa yang berpotensi menyebabkan kanker, termasuk hidrokarbon aromatik polisiklik dan amina heterosiklik.

    Kematian Dini

    Pada tahun 2016, para peneliti meneliti asupan protein lebih dari 131.000 orang. Setelah melacak pola makan mereka selama 32 tahun, mereka menemukan bahwa konsumsi daging merah yang lebih tinggi, terutama versi olahannya (sosis, bacon, hot dog, salami), meningkatkan risiko kematian. Sementara asupan protein nabati memiliki risiko yang lebih rendah.

    Kontrol berat badan

    Makanan sehat berprotein yang merupakan pilihan yang baik untuk pencegahan penyakit juga dapat membantu pengendalian berat badan. Dengan demikian, sekali lagi dibuktikan bahwa sumber proteinlah yang penting.

    Para peneliti di Harvard Chan School of Public Health mengikuti pola makan dan kebiasaan gaya hidup lebih dari 120.000 pria dan wanita selama 20 tahun. Mereka mengamati bahwa yang makan lebih banyak daging merah dan daging olahan mengalami kenaikan berat badan sekitar satu pon setiap empat tahun. Sementara yang makan lebih banyak kacang-kacangan mengalami penurunan berat badan sekitar setengah pon setiap empat tahun.

    Studi lain menunjukkan bahwa makan sekitar satu porsi kacang-kacangan, buncis, lentil, atau kacang polong setiap hari dapat meningkatkan rasa kenyang, sehingga dapat lebih mengendalikan nafsu makan dan menurunkan berat badan.

    Tetapi jangan berlebihan dalam mengonsumsi protein. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan adanya manfaat dari diet tinggi protein dan rendah karbohidrat dalam jangka pendek (seperti diet paleo). Akan tetapi, menghindari buah-buahan dan biji-bijian berarti akan kehilangan serat, vitamin, mineral, dan fitonutrien lainnya yang menyehatkan.

    Antibiotika berlebihan

    Ini mungkin terlihat sedikit berbeda, tetapi untuk menyarankan bahwa lebih baik mengkonsumsi protein nabati. Anda mungkin pernah mendengar bahwa penggunaan antibiotik dalam produksi makanan hewani telah berkontribusi pada munculnya "superbug", atau jenis bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Pada tahun 2016, FDA mengumumkan program sukarela untuk membatasi penggunaan antibiotik dalam produksi makanan (seperti memberikan antibiotik pada hewan yang sehat untuk membantu mereka tumbuh lebih cepat).

    Defisiensi Protein

    Penting untuk dicatat bahwa jutaan orang di seluruh dunia, terutama anak-anak, tidak mendapatkan cukup protein karena kekurangan pangan. Efek dari kekurangan protein dan malnutrisi sangat beragam, mulai dari kegagalan pertumbuhan , kehilangan massa otot, penurunan kekebalan tubuh, melemahnya jantung dan sistem pernapasan, hingga kematian.

    Namun, jarang sekali orang dewasa yang sehat di negara maju yang mengalami kekurangan protein, karena ada banyak makanan nabati dan hewani yang kaya akan protein. Faktanya, banyak orang di AS yang mengonsumsi protein lebih dari cukup, terutama dari makanan hewani.

    Efek Protein Pada Kesehatan

    Meskipun mungkin konsumsi protein kita sudah mencukupi, kita tetap akan memperoleh manfaat dari asupan protein yang lebih tinggi lagi.

    Untuk mempertahankan atau menambah massa otot

    Jika Anda berusia di atas 50 tahun, Anda harus meningkatkan asupan protein hingga satu gram per kilogram berat badan agar dapat mempertahankan massa otot, yang akan menurun seiring bertambahnya usia.

    Jika Anda sedang berusaha menambah massa otot, pola makan tinggi protein dapat membantu mendukung perbaikan dan pertumbuhan otot. Saat berolahraga, sel-sel otot akan rusak. Protein membantu memperbaiki kerusakan tersebut, yang pada akhirnya memperkuat otot.

    Untuk menurunkan berat badan

    Khasiat pola makan tinggi protein dalam menurunkan berat badan masih menjadi perdebatan. Namun, satu meta-analisis menemukan bahwa pola makan tinggi protein dapat menurunkan berat badan dan mencegah kenaikan berat badan setelah berhasil menurunkannya. Perlu penelitian lanjutan untuk mendapatkan lebih banyak wawasan tentang masalah ini.

    Fungsi Kognitif

    Satu studi menemukan bahwa konsumsi protein nabati menurunkan resiko penurunan kognitif di kemudian hari. Setiap peningkatan 5% kalori yang berasal dari protein nabati dan bukan karbohidrat, para peneliti mengamati adanya penurunan risiko demensia sebesar 26% pada partisipan.

    Kesehatan tulang

    Mencerna protein akan melepaskan asam ke dalam aliran darah, yang biasanya dinetralisir oleh tubuh dengan kalsium dan zat penyeimbang lainnya. Akibatnya, penelitian dahulu beranggapan bahwa konsumsi banyak protein akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan kalsium, yang mungkin diambil dari tulang. Sebuah tinjauan sistematis tahun 2009 menemukan bahwa hal ini tidak demikian.

    Reaksi Alergi

    Protein tertentu dalam makanan dapat menyebabkan alergi makanan, yang merupakan reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh (contohnya, gluten dan penyakit celiac).

    Jurnal medis juga penuh dengan laporan yang mengaitkan reaksi alergi terhadap sumber protein tertentu dengan berbagai kondisi (masalah pernapasan, masalah pencernaan kronis, dll.). Telur, ikan, susu, kacang tanah, kacang pohon, dan kedelai dapat menyebabkan reaksi alergi pada beberapa orang.

    Penderita Penyakit Ginjal dan Hati

    Penderita penyakit tertentu (seperti penyakit ginjal dan hati) perlu memantau asupan protein mereka sesuai dengan petunjuk dokter.

    Berapa banyak protein yang terlalu banyak?

    Batas atas asupan protein masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa ahli percaya bahwa jumlah yang direkomendasikan saat ini masih terlalu rendah. Sementara yang lain meyakini bahwa kita sudah terlalu banyak mengkonsumsi protein.

    Secara umum, orang awam (bukan binaragawan atau atlet profesional) tidak membutuhkan asupan protein dalam jumlah besar dan tidak boleh melebihi 2 gram per kilogram berat badan.

    Kekhawatiran utama dari konsumsi terlalu banyak protein adalah ketidakseimbangan pola makan. Konsumsi protein yang berlebihan dapat menyebabkan asupan karbohidrat dan lemak yang tidak memadai. Sangat penting untuk menjaga pola makan yang menjaga keseimbangan ketiga makronutrien.

    Selain itu, jika kita meningkatkan asupan protein tanpa meningkatkan aktivitas fisik, kita mungkin mengonsumsi terlalu banyak kalori tanpa cukup mengeluarkan energi. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan berat badan.

    Ada juga beberapa bukti bahwa asupan tinggi protein dapat menjadi masalah bagi individu yang sudah memiliki masalah ginjal. Diet tinggi protein hewani dapat meningkatkan risiko batu ginjal.

    Referensi

    Harvard T.H. Chan. (March 2023). The Nutrition Source: Protein. Diambil dari https://hsph.harvard.edu

    Harvard Health Publishing. (2023, December 01). High-protein foods: The best protein sources to include in a healthy diet. Diambil dari https://health.harvard.edu